Selasa, 26 Desember 2017

CSR dan Bisnis Internasional

1. CSR (Corporate Social Responsibility)

CSR adalah bentuk komitmen usaha secara etis, legal, dan berkontribusi terhadap seluruh pemangku kepentingannya dalam segala aspek operasional perusahaan. kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.

SEJARAH CSR

CSR dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953, dan mulai diadopsi pada tahun 1970-an. CSR dipopulerkan oleh John Elkington dalam buku "Cannibal Business"pada tahun 1998, John Elkington menyebut 3p (Profit, People, Planet). CSR sendiri dikemukakan sebagai kritik dari Teori Ekonomi Kapitalis.

IMPLEMENTASI CSR

Ada dua implemensati CSR, yang pertama adalah Flantropi (Sukarela), implementasi ini biasanya ada di negara-negara maju. Dan yang kedua ada Obligation (Kewajiban), implementasi ini yang diterapkan di Indonesia, artinya di Indonesia CSR itu Wajib.

LANDASAN POKOK CSR

1. Landasan pokok CSR dalam aktivitas Ekonomi
  • Kinerja Keuangan baik 
  • Investasi modal baik
  • Kepatuhan dalam pajak
  • Tidak terdapat preaktik suap
  • Tidak ada konflik kepentingan
  • Tidak mendukung rezim yang sedang korupsi
  • Menghargai hak paten
  • Tidak melakukan sumbangan politis/lobi
2. Landasan pokok CSR dalam isu lingkungan hidup
  • Tidak melakukan pencemaran
  • Tidak berkontribusi dalam perubahan iklim 
  • Tidak berkontribusi atas limbah dan kebisingan
  • Tidak melakukan pemborosan air dan energi
  • Tidak melakukan penyorotan lahan  menjaga keanekaragaman hayati
3. Landasan pokok CSR dalam isu sosial
  • Menjamin kesehatan karyawan dan masyarakat yang terkena dampak
  • Tidak mempekerjakan anak dibawah umur
  • Memberikan dampak positif terhadap masyarakat
  • Melakukan proteksi konsumen
  • Menjunjung keangekaragaman
  • Bertanggung jawab dalam proses out cousing dana off shoring
  • Menjaga Privasi
  • Melakukan praktik derma
  • Akses untuk memperoleh barang tertentu dengan harga yang wajar
4. Landasan pokok CSR dalam kesejahteraan
  • Memberikan kompensasi kepada karyawan 
  • Menjaga kesehatan karyawan
  • Menjaga keamanan dan kondisi tempat kerja
  • Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja
  • Menjaga keseimbangan kerja atau hidup
  • Memanfaatkan subsidi dan kemudahan yang diberikan pemerintah

2. Bisnis Internasional 

Bisnis internasional adalah kegiatan bisnis yang dijalankan dengan melibatkan lebih dari satu negara. Ada 2 jenis kegiatan bisnis internasional, yaitu Perdaganagn Internasional dan Pemasaran Internasional.

1. Perdagangan internasional (International Trade)

Perdagangan Internasional dilakukan antar negara dengan negara, kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan cara ekspor impor. Dengan adanya transaksi ekspor impor maka akan timbul Neraca Perdagangan antar Negara (Balance of Trade) (perbandingan jumlah ekspor dan impor suatu negara). Jika ekspor suatu negara LEBIH BESAR daripada impornya maka dikatakan SURPLUS neraca perdagangan, Jika ekspor LEBIH KECIL dari impor maka dikatakan DEFISIT neraca perdagangan. Dengan neraca perdagangan SURPLUS dan keadaan yang lain tetap maka aliran kas masuk negara tersebut lebih besar dari aliran kas keluarnya. Besar kecilnya aliran kas masuk dan keluar antar negara disebut Neraca Pembayaran (Balance of Payment), Jika Neraca Pembayaran SURPLUS maka akan menambah Devisa, sedangkan jika Neraca Pembayaran DEFISIT maka akan mengurangi Devisa.

2. Pemasaran Internasional (International Markting)

Pemasaran Internasional adalah transaksi yang terjadi antar satu perusahaan disuatu negara dengan perusahaan di negara lain.

Kegiatan Pemasaran Internasional meliputi Pemasaran Produk atau jasa yang dihasilkan Dan Perusahaan mendirikan pabrik di negara lain untuk kegiatan produksi dan langsung dipasarkan di negara tersebut.

Cara Pemasaran Internasional

  • Licensing 
  • Franchising 
  • Management Contracting
  • Marketing in Home Country by Host Country
  • Join Venture
  • Multinational Corporation 

TAHAPAN MASUKAN BISNIS INTERNASIONAL
  1. Ekspor Insidental, pada tahap ini biasanya orang asing datang kenegara kita lalu tanpa sengaja membeli barang dan mengirim barang tersebut ke negaranya. 
  2. Ekspor Akif, pada tahap ini terjadi perkembangan dari tahap sebelumnya dan terjalin hubungan bisnis terus menerus atau ekspor rutin setiap tahun atau 6 bulan sekali.
  3. Licensing, pada tahap ini negara yang didatangi menjual lisensinya kepada negara yang membeli.
  4. Franchising, pada tahap ini negara yang menjual lisensi juga menjual alat produksi, proses produksi, dll.
  5. Pemasaran di Luar Negeri, pada tahap ini suatu perusahaan mulai memasarkan produknya di luar negeri.
  6. Produksi dan Pemasaran di Luar Negeri, pada tahap ini perusahaan mulai mendirikan pabrik dan memasarkan produknya di luar negeri.
HAMBATAN MEMASUKI BISNIS INTERNASIONAL

Dalam menjalani Bisnis pasti ada hambatannya, begitupun dengan Bisnis Internasional, Hambatan tersebut biasanya meliputi, Batasan perdagangan dan tarif bea masuk. Perbedaan Bahasa, Sosial Budaya atau Kultural, Bahasa sering menjadi penghambat karena bahasa merupakan alat komunikasi lisan. Politik, Hukum, dan Perundang undangan, hubungan politik yang tidak baik juga dapat mempengaruhi bisnis internasional. Dan Hambatan Operasional, biasanya berupa hambatan Cuaca, dan Transportasi.


Senin, 18 Desember 2017

Jenis Jenis Rasio Keuangan

Rasio keuangan menjelaskan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam suatu laporan keuangan. Tujuan analisis rasio keuangan dimaksudkan agar perbandingan-perbandingan yang dilakukan terhadap pos-pos dalam laporan keuangan merupakan suatu perbandingan yang logis, dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu yang memang telah diakui mempunyai manfaat tertentu pula, sehingga hasil analisisnya layak dipakai sebagai pedoman pengambilan keputusan. 

Berdasarkan sumbernya, rasio keuangan digolongkan menjadi tiga, yaitu: 
    • Pertama, Rasio-rasio neraca (Balance Sheet Ratio), yakni rasio-rasio yang disusun dari data dalam neraca.
    • Kedua, Rasio-rasio laporan rugi-laba (Income Statement Ratio), yakni rasio-rasio yang disusun dari data dalam laporan rugi laba.
    • Ketiga, Rasio-rasio antar laporan (Intern Statement Ratio), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data lainnya yang berasal dari laporan rugi laba. 

    Berdasarkan tujuan analisis angka-angka rasio dibagi menjadi 4 yakni: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas yang dapat dijelaskan berikut ini: 

    A. Rasio Likuiditas 

    Rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi semua kewajiban yang harus segera dipenuhi (hutang jangka pendeknya). Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid sedang bila tidak disebut ilikuid. Rasio likuiditas yang umum dipergunakan untuk mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan antara lain: 

    1. Current Ratio (Rasio Lancar)

    Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Current Ratio memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang lancar.
    • Rumus : 

    Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah hutang lancar (Harahap, 2002:301), Tidak ada standar khusus berapa besarnya Current ratio yang paling baik, namun untuk prinsip kehati – hatian besarnya Current ratio sekitar 200% atau 2 : 1 di anggap baik.

    2. Quick Ratio (Rasio Cepat)

    Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio karena persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya. 
    • Rumus : 
    Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current ratio, dimana current ratio meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada persediaan. 

    Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat (Harahap, 2002:302). Untuk prinsip kehati- hatian , maka besarnya Quick rasio paling rendah 100% maksudnya hutang jangka pendek Rp 1 di jamin oleh aktiva lancar selain persediaan Rp 1.


    3. Cash Ratio (Rasio Kas)

    Rasio ini membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang dimaksud adalah uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar yang dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan. 
    • Rumus : 
    Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan total aktiva lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Sama seperti Quick Ratio, tidak harus mencapai 100% (Harahap, 2002:302). Tidak ada standar khusus besarnya Cash rasio yang ditetapkan. Namun dari ketiga rasio likuiditas maka yang paling jarang di gunakan adalah rasio kas karena di anggap terlalu sempit.

    B. Rasio Solvabilitas 

    Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dilikuidasi. Perusahaan yang mempunyai aktiva/kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya disebut perusahaan yang solvable, sedang yang tidak disebut insolvable. Perusahaan yang solvabel belum tentu ilikuid , demikian juga sebaliknya yang insolvable belum tentu ilikuid. Macam-macam rasio keuangan berkaitan dengan rasio solvabilitas yang biasa digunakan adalah: 

    1. Total Debt to Total Assets Ratio (Rasio Hutang terhadap Aktiva)

    Rasio yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik (Sutrisno, 2001:249). 

    • Rumus: 
    Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Semakin kecil rasionya semakin aman (solvable). Porsi hutang terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002:304). Nilai debt ratio yang sering digunakan adalah sebesar < 1. Karena jika nilai debt ratio > 1, maka hutang perusahaan terlalu besar, walaupun asetnya dijual tetap tidak dapat menutupi hutang perusahaan.

    2. Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Equitas)

    Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil rasio ini semakin baik. Maksudnya, semakin kecil porsi hutang terhadap modal, semakin aman. 

    • Rumus: 

    Perusahaan yang sehat adalah perusahaan yang DER-nya kecil atau berada di bawah 0,8 atau dibawah 80 persen. (https://economy.okezone.com/read/2010/09/14/226/371963/4-cara-mudah-melihat-perusahaan-potensial-menguntungkan)


    C. Rasio Rentabilitas 

    Rasio rentabilitas atau profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam mendapatkan laba. Perhatian ditekankan pada rasio ini karena hal ini berkaitan erat dengan kelangsungan hidup perusahaan. Ada beberapa ukuran rasio rentabilitas yang dipakai, yakni: 

    1. Profit Margin

    Rasio ini menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa dilihat langsung pada analisis common size untuk laporan rugi laba (baris paling akhir). Rasio ini bisa diintepretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu (Hanafi dan Halim, 2000:84).

    • Rumus :

    Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasionya semakin baik, karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi (Harahap, 2002:304). 

    2. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor) 

    Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara laba kotor yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama. Rasio ini mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya berarti semakin baik kondisi keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89).

    • Rumus :
    Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba. Semakin besar rasionya semakin baik (Harahap, 2002:306). 

    3. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)

    Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih digunakan untuk mengukur rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan dan mengukur seluruh efisien, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan harga maupun manajemen pajak. Semakin tinggi rasionya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.

    • Rumus :

    Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan. Semakin tinggi rasionya semakin baik, karena menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Net Profit Margin yang lebih dari 5 persen dianggap aman atau cukup baik untuk ditanami investasi. Sebuah perusahaan yang mampu mencapai persentase tersebut sudah bisa lega karena peluang investasi cukup positif.

    4. Return On Investment (ROI) 

    Return On Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Sutrisno, 2001:255). 
    • Rumus: 
     
    Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih (setelah pajak) yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:255). 

    5. Return On Assets (ROA)

    Rasio ini disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254).
    • Rumus: 
    Rasio ini mengukur tingkat keuntungan (EBIT) dari aktiva yang digunakan. Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:254). 

    D. Rasio Aktivitas 

    Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam padaaktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Beberapa rasio aktivitas yang digunakan adalah: 

    1. Perputaran Piutang

    Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan dalam satu tahun. Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan). Semakin lama jangka waktu pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty, 2003:82). 
    • Rumus:  
    Rasio ini mengukur efektivitas peng elolaan piutang. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno, 2001:252). 

    2. Perputaran Piutang 

    Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan likuiditas perusahaan, yaitu dengan cara mengukurefisiensi perusahaan dalam mengelola dan menjual persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. 

    Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini menandakan efektivitas manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran persediaan rendah menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan Halim, 2000:80). 
    • Rumus :  
    Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan persediaanya (Sutrisno, 2001:251). 

    3. Perputaran Aktiva Tetap

    Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif proporsi aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa industri yang lain seperti industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini barangkali tidak begitu penting untuk diperhatikan (Hanafi dan Halim, 2000:81). 
    • Rumus :  
    Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno, 2001:253). 

    4. Perputaran Total Aktiva

    Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio perputaran total aktiva. Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81). 
    • Rumus:  
    Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya (Sutrisno, 2001:253).

    Sumber Referensi :

    Rangkuman Materi Aspek Hukum dalam Ekonomi

    1. Pengantar peranan hukum dalam ekonomi Manusia dan Masyarakat Masyarakat adalah Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama,...